MANUSIA PEMBAWA FITNAH DALAM ISLAM
Oleh: Munawir Pasaribu dan Nurman Ginting
Akal menduduki kedudukan yang paling urgent dan mulia bagi makhluk yang paling sempurna yang Allah Swt ciptakan di muka bumi. Sebagai seorang muslim peran akal sangat mempengaruhi sikap religiusitasnya. Karena seorang muslim yang baik akan selalu mempergunakan akal untuk mengingat dan menjalankan perintah Allah Swt.
Akal yang digunakan setiap muslim memiliki fungsi untuk dapat mentadaburkan bentuk-bentuk kekuasaan Allah Swt yang telah terhampar luas di alam semesta ini sebagai bagian dari ayat-ayat qauniyah-Nya dan firman-firman dalam Kitab Suci Al-Qur’an untuk dapat menjadi acuan dalam melakukan ibadah kepada-Nya. Agar dalam beribadah kepada Allah Swt dalam dilaksanakan dengan baik. Maka dalam beribadah pun peran akal ini sangat dibutuhkan sebagai sebuah pengetahuan yang harus dimiliki setiap muslim. karena sesungguhnya dalam melakukan peribadatan kpada sang Khlalik membutuhkan pengetahuan agar benar cara beribadahnya, bukan hanya sekedar ikut-ikutan atau dalam Islam disebut taklid.
Lalu bagaimana dengan muslim yang tidak mampu menggunakan akalnya dengan baik? Apakah termasuk orang yang merugi? Jawabannya tidak hanya merugi tapi dia menjadi manusia pembawa fitnah, baik bagi dirinya maupun agamanya. Untuk lebih lanjut penulis akan jelaskan siapakah pembawa fitnah yang dimaksud? Berikut ini kita akan mengenal tipe manusia tersebut yaitu; Pertama, Aalimun Mutahalikun, yaitu manusia yang mempunyai ilmu tapi binasa karena ilmunya. Sungguh beban dan tanggung jawab orang yang diberi kelebihan ilmu oleh Allah Swt. Karena manusia yang seperti ini memeliki tanggungjawab untuk dapat menyebarkan ilmunya kepada orang lain untuk dapat menjadi pembeda antara yang hak dan batil serta bermanfaatan untuk senantiasa tertularkan bagi manusia lainnya sehingga setiap manusia yang tergolong muslim dapat terjaga hidupnya dari kerugian yang dapat menodai keimanan dan ketaqwaannya. Tapi malah sebaliknya apalah jadinya jika orang yang berilmu banyak tersebut hanya dapat memberikan pencerahan kepada orang lain dan kebermanfaatan bagi orang lain tapi malah dirinya tak dapat tercerahkan. Hal seperti itu dapat diumpamakan seperti lilin yang mencoba menjadi pelita disekelilingnya tapi lama kelamaan dapat menghancurkan dirinya sendiri. Begitulah perumpamaan tipe manusia yang harus dikenali dan tidak untuk dicontoh.
Kedua, Jahilun Mutanasikun yaitu orang yang bodoh melakukan ibadah (tanasuk). Pengaplikasian ibadah yang baik haruslah mengetahui ilmu tentang ibadah tersebut, sehingga dapat mengetahui syarat dan ketentuan dalam melaksanakan ibadah tersebut. Bagaimana jadinya bila seseorang yang beribadah tidak mengetahui sama sekali ilmu tentang pelaksanaan ibadah, tentu yang terjadi adalah ibadah yang ikut-ikutan (Taklid). Sedang taklid adalah perbuatan yang Allah dan Rasul larang. Allah berfirman dalam Qs. Az-Zukhruf :22 “Bahkan mereka berkata: Sesungguhnya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama, dan sesungguhnya kami orang-orang yang mendapat petunjuk dengan (mengikuti) jejak mereka”.
Manusia yang telah dijelaskan diatas merupakan bentuk perbuatan dan perangai manusia yang harus dihindari dan dijauhkan. Karana tipe manusia seperti yang telah dijlaskan di atas merupakan manusia yang akan senantiasa membawa fitnah yang dapat menyebabkan kesesatan bagi orang-orang disekelilingnya. Jadi apabila karaktre umat muslim seperti ini maka akan terancam rusaklah suatu agama tersebut. Maka sebagai sebuah anjuran jadi lah umat Islam yang ittiba’ kepada Rasulullah Saw sebagaimana firman Allah Swt Qs Al-Haysr:7 :”Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya”
Oleh sebab itu dibagian akhir tulisan ini mari kita jaga diri kita untuk tidak termasuk dalam tipe manusia peembawa fitnah sebagaimana yang telah dijelaskna di atas. Semoga pemaparan dalam tulisan ini dapat menjadi renungan dan intropeksi bagi kita semua untuk kbaikan dan kebermanfaatan dunia dan akhirat. Tiada jalan yang terbaik selain kita memohon perlindungan dan ampunan kepada Allah Swt.
*Penulis adalah Dosen FAI UMSU